Setiap orang punya peristiwa penting dalam kehidupannya. Tahun ini diawali dengan 2 peristiwa penting di kehidupanku. Dua peristiwa ini sangat kontras satu sama lain dan terjadi dalam kurun waktu yang begitu dekat. Sampai aku sendiri bingung dengan perasaanku. Harus bersukakah? atau Harus berduka? Karena bingung menentukan apa perasaan yang paling kurasakan saat ini aku memilih menikmati kesukaanku dalam kedukaanku juga. Ternyata mengontrol emosi atapun perasaan dan sejenisnya tidak mudah, apalagi untuk diri sendiri.
Peristiwa pertama diawalai dengan satu kesukaan yang begitu berarti buatku. Akhirnya aku akan segera mengakhiri pertandingan ini, aku akan segera tiba di finish untuk satu tahap lagi dalam pendidikanku. Gelar sarjana itu akan segera datang. Mungkin ini hal yang biasa buat orang lain, tapi bagiku ini peristiwa besar karena aku pun tidak pernah menduga akan tiba juga di tahap ini. "Aku mengucap syukur pada Tuhan Allahku, karena aku yakin ini bukan karena hebatku atau pun hal-hal lain yang ada di dalam diriku. Ini semua karena anugerah-Nya. Sampai hari ini Tuhan masih sayang padaku."
Peristiwa kedua dilanjutkan dengan satu duka dalam kehidupanku. Begitu hancur hatiku mendengar kabar itu. Aku berusaha tegar mendengarkan satu persatu kalimat yang diucapkan mama. Aku berusaha tenang mendengar setiap ceritanya. Walaupun air mata terus jatuh, untung saja kami berbicara melalui telepon. Aku masih bisa mengontrol emosiku. Mungkin kalau dihadapan mama aku bisa jatuh dan menangis tak berdaya. Hari itu aku tidak menduga sama sekali berita ini yang akan disampaikan. Beberapa hari yang lalu aku juga sedikit risau dan gelisah karena tidak bisa menghubungi Bapak dan mama. Berulangkali aku mencoba tapi tidak bisa. Akhirnya aku mengetahui dari adikku kalau mereka sedang pergi ke Penang untuk general check-up biasa. Sebenarnya sehari sebelum mereka berangkat mama sempat menghubungiku tetapi tidak menyampaikan apapun tentang kunjungan ke Penang kali ini. Aku tetap berpikir positif sampai akhirnya mereka menghubungiku dari Penang. Sampai saat itu aku masih merasa itu hanya pemeriksaan biasa.
Sampai akhirnya, hari ini mama menelpon ku, awalnya kami hanya ngbrol-ngobrol ringan tentang kebaya wisuda, apoteker, kabar dan cerita-cerita ringan lainnya. Mungkin saat itu dia pun sedang mempersiapkan mental dan waktu yang tepat untuk memulai topik yang lebih penting. Akhirnya dengan penuh ketegaran dia mulai bercerita tentang kunjungan ke Penang, tentang pemeriksaan, tentang hasil sampai ke tahap diagnosa yang baru. Kabar itu pun datang, Bapak didiagnosa kanker paru-paru dan dokter berharap agar segera dilakukan biopsi dan operasi. Perasaanku berkecamuk dan berusaha tenang mendengarkan cerita mamaku. Kami pun berusaha mengontrol pembicaraan itu dengan hal-hal yang positif dan menyusun langkah-langkah selanjutnya untuk kesembuhan Bapak. Dengan segala macam pertimbangan, mungkin karena bidang pendidikanku juga kesehatan, mama jd lebih leluasa bercerita dan mendengar tanggapanku. Aku pun berusaha tegar dan membantu mama untuk membuat suatu perencanaan pengobatan Bapak.
Setelah berbicara panjang lebar dengan mama, kami pun menyudahinya. Seketika aku duduk, terdiam dan saat itu juga aku mengucapakan kalimat yang sama seperti waktu aku bersuka, " Aku mengucap syukur pada Tuhan Allahku, ini terjadi bukan karena hebatku, bukan karena hebat keluargaku, tapi karena Tuhan sayang aku dan kelurgaku. " Doa ini membuatku semakin yakin, pelajaran baru yang Tuhan berikan untuk keluargaku naik satu tingkat lagi.
Semoga dengan suka yang aku nikmati dengan duka ini, membuat ku belajar lebih banyak lagi tentang Imanku.
Peristiwa pertama diawalai dengan satu kesukaan yang begitu berarti buatku. Akhirnya aku akan segera mengakhiri pertandingan ini, aku akan segera tiba di finish untuk satu tahap lagi dalam pendidikanku. Gelar sarjana itu akan segera datang. Mungkin ini hal yang biasa buat orang lain, tapi bagiku ini peristiwa besar karena aku pun tidak pernah menduga akan tiba juga di tahap ini. "Aku mengucap syukur pada Tuhan Allahku, karena aku yakin ini bukan karena hebatku atau pun hal-hal lain yang ada di dalam diriku. Ini semua karena anugerah-Nya. Sampai hari ini Tuhan masih sayang padaku."
Peristiwa kedua dilanjutkan dengan satu duka dalam kehidupanku. Begitu hancur hatiku mendengar kabar itu. Aku berusaha tegar mendengarkan satu persatu kalimat yang diucapkan mama. Aku berusaha tenang mendengar setiap ceritanya. Walaupun air mata terus jatuh, untung saja kami berbicara melalui telepon. Aku masih bisa mengontrol emosiku. Mungkin kalau dihadapan mama aku bisa jatuh dan menangis tak berdaya. Hari itu aku tidak menduga sama sekali berita ini yang akan disampaikan. Beberapa hari yang lalu aku juga sedikit risau dan gelisah karena tidak bisa menghubungi Bapak dan mama. Berulangkali aku mencoba tapi tidak bisa. Akhirnya aku mengetahui dari adikku kalau mereka sedang pergi ke Penang untuk general check-up biasa. Sebenarnya sehari sebelum mereka berangkat mama sempat menghubungiku tetapi tidak menyampaikan apapun tentang kunjungan ke Penang kali ini. Aku tetap berpikir positif sampai akhirnya mereka menghubungiku dari Penang. Sampai saat itu aku masih merasa itu hanya pemeriksaan biasa.
Sampai akhirnya, hari ini mama menelpon ku, awalnya kami hanya ngbrol-ngobrol ringan tentang kebaya wisuda, apoteker, kabar dan cerita-cerita ringan lainnya. Mungkin saat itu dia pun sedang mempersiapkan mental dan waktu yang tepat untuk memulai topik yang lebih penting. Akhirnya dengan penuh ketegaran dia mulai bercerita tentang kunjungan ke Penang, tentang pemeriksaan, tentang hasil sampai ke tahap diagnosa yang baru. Kabar itu pun datang, Bapak didiagnosa kanker paru-paru dan dokter berharap agar segera dilakukan biopsi dan operasi. Perasaanku berkecamuk dan berusaha tenang mendengarkan cerita mamaku. Kami pun berusaha mengontrol pembicaraan itu dengan hal-hal yang positif dan menyusun langkah-langkah selanjutnya untuk kesembuhan Bapak. Dengan segala macam pertimbangan, mungkin karena bidang pendidikanku juga kesehatan, mama jd lebih leluasa bercerita dan mendengar tanggapanku. Aku pun berusaha tegar dan membantu mama untuk membuat suatu perencanaan pengobatan Bapak.
Setelah berbicara panjang lebar dengan mama, kami pun menyudahinya. Seketika aku duduk, terdiam dan saat itu juga aku mengucapakan kalimat yang sama seperti waktu aku bersuka, " Aku mengucap syukur pada Tuhan Allahku, ini terjadi bukan karena hebatku, bukan karena hebat keluargaku, tapi karena Tuhan sayang aku dan kelurgaku. " Doa ini membuatku semakin yakin, pelajaran baru yang Tuhan berikan untuk keluargaku naik satu tingkat lagi.
Semoga dengan suka yang aku nikmati dengan duka ini, membuat ku belajar lebih banyak lagi tentang Imanku.
3 comments:
@ Herry
As you said before
He loves u and your family..
Keep pray
God Bless
turut bersedih
tetap semangat bos...
anyway..
congrats juga
semangat bu!!!
Posting Komentar